Perang Di Bulan Haram (1)
Al-Asyhurul Huru adalah nama dari bulan haram dalam syari’at Islam. Bulan-bulan tersebut memiliki kemuliaan lebih dibandingkan dengan bulan-bulan selainnya. Di antara bentuk kemuliaan tersebut adalah tidak dibolehkan perang di bulan ini. Akan tetapi, bagaimana jika perang tetap dilangsungkan pada bulan tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu disampaikan dalil yang menjadi inti pembahasan, yaitu: Al-Qurán surat At-Taubah ayat 36. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya” (At Taubah: 36).
Tidak boleh zalim di bulan Haram
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan surat At-Taubah ayat 36 sebagai berikut, “Allah Ta’ala berfirman sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah, maksudnya di dalam ketetapan dan taqdir-Nya, ialah dua belas bulan, yaitu bulan-bulan yang sudah dikenal tersebut, dalam ketetapan Allah, maksudnya adalah di dalam hukum- kauni-Nya (taqdir) di waktu Dia menciptakan langit dan bumi dan memperjalankan malam serta siangnya, menetapkan waktu-waktunya, lalu membagi-baginya dalam dua belas bulan ini di antaranya ada empat bulan haram, yaitu Rajab yang disebutkan menyendiri (tidak urut dengan ketiga bulan lainnya, pent.), Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Al-Muharram dinamakan bulan Haram karena kemuliaannya yang lebih dan dilarangnya melakukan perang di dalamnya.
Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya kemungkinan maknanya adalah kata ganti ‘nya’ kembali kepada dua belas bulan dan Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa Dia menjadikan dua belas bulan tersebut sebagai sesuatu yang bernilai bagi hamba-hamba-Nya, (mereka tertuntut) untuk memakmurkannya dengan ketaatan, bersyukur kepada Allah Ta’ala atas anugerah-Nya tersebut dan atas kemanfaatannya untuk kemaslahatan hamba. Maka jagalah diri kalian dari menganiaya diri kalian di dua belas bulan-bulan tersebut!
Kemungkinan (kedua) maknanya adalah kata ganti ‘nya’ kembali kepada empat bulan Haram, dan ini berarti larangan bagi mereka untuk berbuat aniaya (zhalim) di dalam empat bulan Haram tersebut secara khusus, karena kemuliaan empat bulan tersebut lebih tinggi dan karena kezhaliman yang dilakukan di dalam empat bulan tersebut lebih berat (pelanggarannya) dibandingkan dengan (jika kezhaliman tersebut) dilakukan pada bulan-bulan selainnya.Diiringi dengan larangan berbuat aniaya (zhalim) di setiap waktu. Termasuk kedalam larangan berbuat aniaya (zhalim) itu adalah larangan berperang di empat bulan Haram tersebut, (ini) menurut pendapat orang yang mengatakan bahwa perang di bulan-bulan Haram itu tidaklah dihapus pengharamannya, karena mengamalkan dalil-dalil umum yang menunjukkan pengharaman perang di dalam bulan-bulan Haram tersebut” (Taisiril Karimir Rahman, hal. 372-373).
Apa jenis kezhaliman pada ayat di atas yang sangat terlarang dilakukan pada bulan-bulan haram?
Terdapat dua pendapat ulama rahimahumullah ketika menjelaskan jenis kezhaliman yang terdapat dalam ayat,
فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“maka janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya”
Pendapat pertama: Janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya dengan melakukan peperangan! Dihapus hukumnya (naskh)dengan pembolehan perang pada seluruh bulan.
Pendapat kedua : Janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya dengan melakukan dosa! (Tafsir Al-Qurthubi: 8/134).
Al-Alusi rahimahullah berkata:
والجمهور على أن حرمة المقاتلة فيهن منسوخة ، وأن الظلم مؤول بارتكاب المعاصي ، وتخصيصها بالنهي عن ارتكاب ذلك فيها، مع أن الارتكاب منهي عنه مطلقا لتعظيمها، ولله سبحانه أن يميز بعض الأوقات على بعض ، فارتكاب المعصية فيهن أعظم وزرا كارتكابها في الحرم وحال الإحرام
“Jumhur Ulama berpendapat bahwa hukum haramnya peperangan pada bulan-bulan haram tersebut telah dihapus, sedangkan kezhaliman ditafsirkan dengan melakukan dosa.
Adapun mengkhususkan larangan melakukan dosa pada bulan-bulan haram tersebut, padahal melakukan dosa itu terlarang secara mutlak (sepanjang masa), alasannya adalah dalam rangka mengagungkan bulan-bulan tersebut. Adalah hak Allah Subhanahu membedakan sebagian waktu dengan sebagian yang lainnya. Maka (kesimpulannya): melakukan maksiat pada bulan-bulan haram lebih besar dosanya, seperti melakukan maksiat di tanah suci dan dalam keadaan sedang ihram” (Ruhul Ma’ani: 10/91).
(bersambung)
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
[serialposts]🔍 Fiqh Islam, Duduk Iftirasy Adalah, Syarat Wajib Zakat Harta, Gambar Tentang Islam
Artikel asli: https://muslim.or.id/26751-perang-di-bulan-haram-1.html